Jumat, 06 Januari 2012

ASKEP K ETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)


BAB I
PENDAHULUAN
A.        LATAR BELAKANG
Ketoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi akut yang paling serius yang terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupaka kondisi gawat darurat yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui baik dari patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya.
Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe 1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %, sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66 %
Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6 – 8 per 1000 pebderita diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5 % atau sekitar 2-5 %. KAD juga merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaka dengan DM tipe 1, yang diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24 tahun. Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasri mengenai hal ini. Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.




BAB II
PEMBAHASAN
A.     DEFINISI
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II)
B.      ETIOLOGI
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau  diabetes melitus tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
1.      Infeksi
2.      Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan proses katabolik . Menolak terapi insulin
C.      KLASIFIKASI
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Assosiation (1997) sesuai anjuran perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah :
1.      Diabetes tipe 1 (destruksi sel B ), umumnya menjurus ke definisi insulin absolut :
o   Autoimun
o   Idiopatik
2.      Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan risestensi insulin disertai definisi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)
3.      Diabetes tipe lain
a.      Defek generik fungsi sel B
o   Maturity Onset Diabetes Of The Young (MODY) 1,2,3
o   DNA mitokondria
b.      Defek generik kerja insulin
c.       Penyakit eksoskrin pankreas
o   Pankreastitis
o   Tumor / pankreatektomi
o   Pankreatopati fibrokalkulus
d.      Endokrinopati : Akromegali, Syndrom Cushing, Feokromositoma dan hipertiroidisme.
e.      Karena obat / zat kimia.
o   Vacor, pentamidin, asam nikotinat
o   Glukokortikoid, hormon tiroid
o   Tiazid, dilatin, interferon α, dll.
f.        Infeksi : Rubela kongenital, sitomegalovirus.
g.      Penyebab imunologi yang jarang ; antibodi ; antiinsulin.
h.      Syndrom generik lain yang berkaitan dengan DM : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, dll.
4.      Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
D.     INSIDENSI
Secara umum di dunia terdapat 15 ka­sus per 100.000 individu pertahun yang men­derita DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20 tahun nantinya. Insiden DM tipe 1 pa­da anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak di Cina, hingga 41.4 kasus per 100.000 anak di Finlandia. Angka ini sangat ber­variasi, terutama tergantung pada ling­kungan tempat tinggal. Ada kecenderung­an semakin jauh dari khatulistiwa, angka kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka kejadian IDDM di Indonesia, namun angkanya cenderung le­bih rendah dibanding di negara-negara eropa.
Lingkungan memang mempengaruhi ter­jadinya IDDM, namun berbagai ras da­lam satu lingkungan belum tentu memi­liki perbedaan. Orang-orang kulit putih cende­rung memiliki insiden paling tinggi, se­dangkan orang-orang cina paling rendah. Orang-orang yang berasal dari daerah de­ngan insiden rendah cenderung akan le­bih berisiko terkena IDDM jika bermigrasi ke daerah penduduk dengan insiden yang lebih tinggi. Penderita laki-laki lebih ba­nyak pada daerah dengan insiden yang ting­gi, sedangkan perempuan akan lebih be­risiko pada daerah dengan insiden yang rendah.
Secara umum insiden IDDM akan me­ningkat sejak bayi hingga mendekati pu­bertas, namun semakin kecil setelah pu­bertas. Terdapat dua puncak masa kejadian IDDM yang paling tinggi, yakni usia 4-6 tahun serta usia 10-14 tahun. Ka­dang-kadang IDDM juga dapat terjadi pa­da tahun-tahun pertama kehidupan, mes­ki­pun kejadiannya sangat langka. Diag­no­sis yang telat tentunya akan menimbul­kan kematian dini. Gejala bayi dengan IDDM ialah napkin rash, malaise yang ti­dak jelas penyebabnya, penurunan berat ba­dan, senantiasa haus, mun­tah, dan de­hidrasi.
Insulin merupakan kom­ponen vital da­lam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. In­su­lin menurunkan kadar glu­ko­sa darah dengan ca­ra memfasilitasi ma­suk­nya glukosa ke dalam sel, terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi glikogen (glikoge­nesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat pe­le­pas­an glukosa dari glikogen hepar (gli­ko­ge­nolisis) dan memperlambat pemecah­an lemak menjadi tri­gliserida, asam lemak be­bas, dan keton. Selain itu, insulin juga menghambat pe­mecahan protein dan le­mak untuk memproduksi glukosa (glukoneogenesis) di he­par dan ginjal. Bisa di­ba­yangkan betapa vitalnya peran insulin da­lam metabolisme.
Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di da­rah dan terjadinya glukoneogenesis te­rus-menerus sehingga menyebabkan ka­dar gula darah sewaktu (GDS) meningkat drastis. Batas nilai GDS yang sudah di­ka­te­gorikan sebagai diabetes mellitus ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang dari itu dikategorikan normal, sedangkan ang­ka yang lebih dari itu dites dulu dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk me­nentukan benar-benar IDDM atau ka­tegori yang tidak toleran terhadap glu­kosa oral.
E.      PROGNOSIS PENYAKIT
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber energi.
Pemecahan lemak tersebut akan menghasilkan benda-benda keton dalam darah (ketosis). Ketosis menyebabkan derajat keasaman (pH) darah menurun atau disebut sebagai asidosis. Keduanya disebut sebagai ketoasidosis.
Pasien dengan KAD biasanya memiliki riwayat masukan kalori (makanan) yang berlebihan atau penghentian obat diabetes/insulin.
F.       TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien KAD adalah:
1.      Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
2.      Terdapat keton di urin
3.      Banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi
4.      Sesak nafas (nafas cepat dan dalam)
5.      Nafas berbau aseton
6.      Badan lemas
7.      Kesadaran menurun sampai koma
8.      KU lemah, bisa penurunan kesadaran
9.      Polidipsi, poliuria
10.  Anoreksia, mual, muntah, nyeri perut
11.  Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik
12.  Kulit kering
13.  Keringat <<<
14.  Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya KAD adalah:
1.      Infeksi, stres akut atau trauma
2.      Penghentian pemakaian insulin atau obat diabetes
3.      Dosis insulin yang kurang
G.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
v  Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
v  Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
v  Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
v  Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
v  Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
v  Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
v  Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
v  β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
v  Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari.
v  Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
v  Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
v  Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
v  Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Tabel 1. Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian) metabolik pada diabetes.

Diabetic ketoacidosis (KAD)
Hyperosmolar
non ketoticcoma
(HONK)
Asidosis laktat
Glukosa plasma
Tinggi
Sangat tinggi
Bervariasi
Ketone
Ada
Tidak ada
Bervariasi
Asidosis
Sedang/hebat
Tidak ada
hebat
Dehidrasi
Dominan
dominan
 bervariasi
Hiperventilasi
Ada
Tidak ada
ada

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
v  Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
v  Gula darah puasa normal atau diatas normal.
v  Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
v  Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
v  Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
DIAGNOSIS
Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
  • Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
  • Asidosis, bila pH darah < 7,3.
  • kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
  • Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
  • Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
  • Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
DIAGNOSIS BANDING
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.
H.     KOMPLIKASI
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1.         Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2.         Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
3.         Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).

4.         Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
5.         Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6.         Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.


I.        PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan : 1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi), 2) Menghentikan ketogenesis (insulin), 3) Koreksi gangguan elektrolit, 4) Mencegah komplikasi, 5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
Penilaian Klinik Awal
1.      Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
 Text Box&colon;colone;; &bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;5%&Tab;Tau;Tcaron;; &colon;colone;; turgor kulit menurun&comma;commat;; mukosa kering&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;10%  &Tab;Tau;Tcaron;; &colon;colone;; capillary refill >; 3 detik&comma;commat;; mata cowong&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;>; 10% &colon;colone;; syok&comma;commat;; nadi lembut&comma;commat;; hipotensi&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;
2.      Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
Resusitasi
a.       Pertahankan jalan napas.
b.      Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c.       Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.
d.      Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk menghindari aspirasi lambung.
 Observasi Klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a.       Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
b.      Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c.       Pengukuran balans cairan setiap jam.
d.      Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e.       Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :
               Text Box&colon;colone;; &bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;Sakit kepala&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;Penurunan frekwensi denyut jantung&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;Perubahan status neurologis &lpar;;gelisah&comma;commat;; iritabel&comma;commat;; drowsiness&comma;commat;; kejang inkontinensia urine&sol;solb;;alvi&comma;commat;; reflek cahaya menurun&comma;commat;; palsi nervus kranial&rpar;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;Peningkatan tekanan darah&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;Penurunan saturasi oksigen&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;
f.        EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia.
g.       Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
                        Text Box&colon;colone;; Interpretasi kadar keton darah &colon;colone;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;Normal&Tab;Tau;Tcaron;;&Tab;Tau;Tcaron;;&Tab;Tau;Tcaron;;&Tab;Tau;Tcaron;;&colon;colone;; <; 0&comma;commat;;5 mmol&sol;solb;;L&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;Hiperketonemia&Tab;Tau;Tcaron;;&colon;colone;; >; 1 mmol&sol;solb;;L&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;&bullet;;&Tab;Tau;Tcaron;;KAD&Tab;Tau;Tcaron;;&Tab;Tau;Tcaron;;&Tab;Tau;Tcaron;;&Tab;Tau;Tcaron;;&colon;colone;; >; 3 mmol&sol;solb;;L&period;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;
&NewLine;Nfr;NoBreak;NonBreakingSpace;;
Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a.                   Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b.                   Gunakan cairan normal salin 0,9%.
 

c.                        Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d.                       50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e.                       Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
            Penggantian Natrium
  1. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
  2. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
  3. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.

  1. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
  2. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
  3. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
  4. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.
Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
  1. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
  2. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
Penggantian Bikarbonat
  1. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
  2. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
    1. Terjadinya asidosis cerebral.
    2. Hipokalemia.
    3. Excessive osmolar load.
    4. Hipoksia jaringan.
  1. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
  2. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
   Pemberian Insulin
  1. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
  2. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
  3. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin belum diberikan.
  4. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.
  5. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
  6. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
  7. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
  8. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
  9. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.
  10. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
  11. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
  12. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
  13. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
  14. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
  Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat, meliputi:
  1. Kurangi kecepatan infus.
  2. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan kurang efektif).
  3. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
  4. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
  5. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
  1. Memulai diet per-oral.
1.      Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2.      Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah snack berakhir.
3.      Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4.      Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.
  1. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1.      Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
2.      Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3.      Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
c.       Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Ny R 45 tahun datang dirawat di IGD karena tidak sadarkan diri. Pasien terdiagnosa DM tipe I sejak kecil. Sudah 2 hari ini keluarga menyatakan klien mengalami stress akibat kondisi suami beliau yang sedang dirawat di RS karena mengalami serangan jantung. Klien saat ini terpasang oksigen dan diberikan IVFD Normal Saline. Klien mendapatkan terapi insulin per drip. Saat ini berdasarkan hasil pengkajian pada klien didapatkan GD klien adalah 450 mg/dl, HCO3=10 meq/L, pH darah 7.

ANALISA DATA
DATA
MASALAH KEPERAWATAN
ETIOLOGI
DO:
-    Nafas cepat (28x/mnt)è nafas cepat dan dalam (kusmaul)
-    HCO3 : 10 10 meq/L,
-    pH darah: 7
-    perubahan pergerakan dada dan penggunaan otot bantu nafas,
-    pucat, sianosis
-    nafas berbau aseton

DS:  pasien tidak sadar
Pola nafas tidak efektif
Kompensasi asidosis metabolic, hiperventilasi,
DO:
-    muntah
-    poliuria, polidipsi
-    kulit membrane ukosa kering, penurunan tirgor kulit,
-    TD: 90/70 mmHg
-    Lemas, lemah
-    Nausea
Kekurangan volume  cairan
Dehidrasi

PROSES KEPERAWATAN
  1. Pengkajian
Pengkajian KAD pada KGD didasarkan pada prinsip – prinsip skala prioritas : Airway (A), Breating (B), Circulation (C), dan pengkajian esensial yang lain.
    1. Anamnesa
    2. Keluhan utama
Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Polifagi; lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati, serta penyakit pembuluh darah.
    1. Riwayat penyakit sekarang
Berapa berat keluhan yang dirasakan
    1. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit DM yang tertanggulangi maupun tidak terdiagnosis. Penyakit hipertensi dan pankreatitis kronik.
    1. Riwayat penyakit keluarga
DM dan penyakit jantung pada anggota keluarga.
    1. Riwayat psikososial spiritual
-          Persepsi klien tentang penyakitnya
-          Aapakah penyakit tersebut menggangu jiwanya

  Pengkajian pola fungsional
1.      Aktivitas / istirahat
S          : lemah, lelah, kejang otot, gangguan istirahat tidur
O   : Takhikardi, tachipneu saat istirahat / aktifitas, koma, penuruna kekuatan otot.
2.      Sirkulasi
S          : Riwayt hipertensi, penyembuhan luka yng lambat
O         : Takhikardi, hipertensi, penurunan nadi, disritmia, kulit kering

3.      Eliminasi
S          : Poliuri, nokturia, nyeri BAK, diare
O         : Oliiguri/ anuri, urin keruh, bising usus turun
4.      Makanan/ cairan
S          : Anoreksia, mual, muntah, haus
O         : Kulit kering, turgor turun, distensi abdomen, muntah
5.      Respirasi
S          : Batuk dengan atau tanpa sputum
O         : Takhikardi, nafas kusmaul, nafas bau aseton
6.      Neurosensori
S          : Pusing, nyeri kepala, mati rasa, kelemahan otot, paratesia, gangguna penglihatan
O         : Disorientasi, letargi, stupor, koma, gangguan  memori, kejang
7.      Keamanan
S          : Kulit kering, ulserasi kulit
O         : panas, diaporesis, kulit pecah, penurunan ROM
  Pemeriksaan fisik
1.      Keadaan umum
Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun,
2.      Sistem pernafasan
Nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru.
3.      Sistem integument
Turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering.
4.      Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
5.      Sistem gastrointestinal
Nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia
6.      Sistem neurologi
Sakit kepala, kesadaran menurun
7.      Sistem penglihatan
Penglihatan kabur

Dx 1. Pola nafas tidak efektif b.d kompensasi asidosis metabolic
Definisi :
Inspirasi dan / ekspirasi yang tidak member ventilasi yang adekuat
Tujuan / criteria hasil:
-          klien menunjukan pola nafas efektif, dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak berbahaya: ventilasi dan status TTV
-          klien menunjukan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu, ditandai dengan : kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas, ekspansi dan simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, kusmaul (-),   
INTERVENSI
RASIONAL
1. Pemantauan pernapasan:
a.      pantau adanya pucat dan sianosis
b.      pantau kedalaman nafas, kecepatan, irama, dan usaha repirasi.
c.       Perhatikan kesimetrisan dada, penggunaan otot bantu pernapasan,
d.      Pantau pola pernapasanè  hipervenliasi, pernapasan kusmaul dan nafas berbau koton
e.      Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul
f.        Pantau  Kadar AGD

2.   Pertahankan  oksigen masker 100 %
3.   Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
4.   Baringkan klien pada posisi nyaman, semi fowler

1.   Pemantauan pernapasan
a.  Pucat dan sianosis merupakan tanda penurunan ambilan oksigen  di paru-paru akibat hiperventilasi sehingga menyebabkan penurunan aliran oksigen ke kapiler.
b.     Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh
c.   Hiperventilasi dan kusmaul akan meningkatkan kerja pernapasan
d.     Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
e.  Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan
f.    AGD normal menunjukan perbaikan sirulasi ogsigen darah, terutama pada pambuluh kapiler. Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen
2.   Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2
3.   Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi
4.   Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi


Dx 2.  Kekuranagn volume cairan b.d dehidrasi
Definisi :
Penrunan cairan intravaskuler, interstisial, dan intraseluler, mengarah pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan sodium.
Kriteria hasil:
-          Kekurangnvolume caran akan teratasi, dibuktikan denan keseimbangan cairna, keseimbangan elektrolit, dan asam basa, hidrasi yang adekuat, asupan cairan adekuat.
-          Menampilkan hidrasi yang baik
-          Memiliki asupan cairan yang adkuat (oral, intravena)

INTERVENSI
RASIONAL
1.         Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan




2.         Monitor tanda-tanda vital dan perubahan tekanan darah orthostatic




3.         Monitor perubahan pernafasan : kussmaul, bau aceton




4.         Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis


5.         Observasi ouput dan kualitas urin

6.         Timbang Berat Badan

7.         Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional



8.         Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung


9.         Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler

1.      Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
2.      Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3.      Pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi
4.      Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis
5.      Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
6.      Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
7.      Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
8.      Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan muntah  dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit.
9.      Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK


















DAFTAR PUSTAKA
1.       Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC, Jakarta
2.      Prof.DR.H.Tabrani.2008.agenda gawat darurat (critical care). Bandung.PT.Alumni
3.      Santoso, Budi (alih bahasa). 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisa & Klasifikasi. Prima Medika. Jakarta.
4.      Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
5.      Novianto, Dewi. 2011. Askep  Ketoasidosis Diabetikum. http//askep-ketoasidosis-diabetikum.html. diakses pada 8 Desember 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar